Saturday, November 21, 2009

Mandikan Aku Bonda

Di bawah ini adalah salah satu contoh tragis.
Sering kali orang tidak mensyukuri apa yang diMILIKInya sampai
akhirnya....
....
Rani, sebut saja begitu namanya. Kawan kuliah ini berotak cemerlang
dan
memiliki idealisme tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep
dirinya
sudah jelas: meraih yang terbaik, di bidang akademik maupun profesion
yang
akan diceburinya. ''Why not the best,'' katanya selalu, mengutip
ucapan
seorang mantan presiden Amerika.

Ketika Universiti menghantar mahasiswa untuk studi International Law
di
Universiteit Utrecht , Belanda, Rani termasuk salah satunya. Saya
lebih
memilih menyelesaikan pendidikan kedoktoran.
Berikutnya, Rani mendapat pendamping yang ''selevel''; sama-sama
berprestasi, meski berbeda profesion.

Alifya, buah cinta mereka, lahir ketika Rani dilantik sebagai staf
diplomat, bertepatan dengan selesainya suami dia meraih PhD.
Lengkaplah
kebahagiaan mereka. Konon, nama putera mereka itu diambil dari huruf
pertama hijaiyah ''alif'' dan huruf terakhir ''ya'', jadilah nama
yang
enak didengar: Alifya. Saya tak sempat mengira, apa mereka bermaksud
menjadikannya sebagai anak yang pertama dan terakhir.

Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Rani

semakin menggila. Bak garuda, hampir setiap hari ia terbang dari satu
kota
ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain.

Sebenarnya saya pernah bertanya, ''Tidakkah si Alif terlalu kecil
untuk
ditinggal-tinggal? '' Dengan pantas Rani menjawab, ''Oh, saya sudah
mengandaikan segala sesuatunya. Everything is OK!'' Ucapannya itu
betul-betul ia buktikan. Layanan dan perhatian anaknya, ditangani
secara

profesional oleh baby sitter "mahal". Rani cuma mengawal jadual Alif
melalui telefon. Alif membesar menjadi anak yang kelihatan lincah,
cerdas
dan mudah mengerti.

Nenek-neneknya selalu menonjolkan kebanggaan mereka kepada cucu yang
amat
dikasihi itu, tentang kehebatan ibu-bapanya. Tentang jawatan dan nama

besar, tentang kekerapan menaiki pesawat, dan wan g yang banyak.
''Contohlah ayah-bonda Alif, kalau Alif besar nanti.'' Begitu selalu
nenek Alif, ibu Rani, berpesan di akhir cerita sebelum tidurnya.
Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau dia minta adik.
Terkejut
dengan permintaan tak terduga itu, Rani dan suaminya kembali menagih
pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk
menghadirkan
seorang adik buat Alif. Sungguh anak kecil ini "memahami" orang
tuanya.
Buktinya, kata Rani, ia tak lagi merengek minta adik. Alif, tampaknya

mewarisi karaktor ibunya yang bukan perengek.

Meski kedua orangtuanya kerap pulang lewat, ia jarang sekali
merungut.Bahkan, kata Rani, Alif selalu menyambut kedatangannya
dengan
penuh ceria. Maka, Rani menyapanya ''malaikat kecilku''.

Sungguh keluarga yang bahagia, fikir saya. Meskipun kedua orangtuanya

super
sibuk, Alif tetap membesar penuh cinta. Diam-diam, saya irihati pada
keluarga ini. Suatu hari, sebelum Rani berangkat ke pejabat, entah
mengapa
Alif
menolak dimandikan baby sitter. "Alif ingin Bonda mandikan", ujarnya
penuh
harapan. Serba salah saja Rani, yang setiap detik waktunya sangat
berharga,
gusar. Ia menolek permintaan Alif sambil terus berdandan dan
mempersiapkan
keperluan pejabatnya. Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi

dengan Tante Mien, baby sitter-nya.

Sesungguhnya, Alif mengerti dan menurut, meskipun wajahnya berkerut.
Peristiwa ini berulang sampai hampir seminggu. ''Bonda, mandikan
aku!''
kian lama suara Alif penuh tekanan. Lalu, Rani dan suaminya berfikir,

mungkin itu kerana Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak
lebih
minta perhatian. Setelah dipujuk-pujuk, akhirnya Alif dapat
ditinggal juga.

Pada satu petang, saya dikejutkan oleh telefon Mien, si baby sitter.
'Puan
doktor, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency." Dengan
pantas, saya terus ke ICU. But it was too late. Allah swt sudah punya

rencana lain. Alif, si malaikat kecil, telah dipanggil pulang
oleh-Nya.

Rani, ketika diberi tahu tentang Alif, sedang meresmikan pejabat
barunya.
Ia sangat terperanjat. Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia

adalah memandikan putranya. Setelah seminggu Alif mula menuntut
dimandikan,
Rani memang
menyimpan komitmen untuk suatu masa memandikan anaknya sendiri.

Dan siang itu, janji Rani terkabul, meskipun setelah tubuh si kecil
terbaring kaku. ''Ini Bonda Lif, Bonda mandikan Alif,'' ucapnya
lemah,
di
tengah-tangah jamaah yang sunyi. Satu persatu rakan Rani menjauhi
dari
sisinya, berusaha menyembunyikan tangisan.

Ketika tanah merah telah menutup jasad si kecil, kami masih berdiri
di
sisi
pusara. Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu, berkata, ''Ini
sudah
takdir, ya kan . Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang
lautan,
kalau sudah masanya, ia dia pergi juga kan ?" Saya diam saja.

Rasanya Rani memang tak memerlukan hiburan dari orang lain. Suaminya
tegak
seperti tak bernyawa. Wajahnya pucat, pandangannya kosong. "Ini
konsekuensi
dari sebuah pilihan," ujar Rani, tetap mencuba tegar dan kuat. Hening

seketika. Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja.

Tiba-tiba Rani berlutut. "Aku ibunyaaa!" teriaknya seperti histeria,
lalu
meraung hebat. Rasanya baru kali ini saya menyaksikan Rani menangis,
lebih-lebih lagi tangisan yang meledak. "Bangunlah Lif, Bonda mau
mandikan
Alif. Beri kesempatan Bonda sekali saja Lif. Sekali saja, Aliiif.."
Rani merintih merayu-hiba. Seketika kemudian, ia mencampakkan dirinya
ke

pusara dan tertelungkup di atasnya. Air matanya membanjiri tanah
merah
yang
menaungi jasad Alif. Senja pun makin tua.

-- Nasi sudah menjadi bubur, sesal tidak lagi dapat menolongnya.
-- Hal yang nampaknya mudah sering kali menimbulkan sesal dan
kehilangan

yang amat sangat.
-- Sering kali orang yang sibuk 'di luar', asik dengan dunianya dan
ambition sendiri hingga mengabaikan orang-orang disampingnya yang
disayanginya. Akan masih ada waktu 'nanti' buat mereka jadi abaikan
saja dulu.
-- Sering kali orang takabur dan merasa yakin bahawa pengertian dankasih
sayang yang diterimanya tidak akan hilang. Merasa mereka akanmengerti
kerana mereka menyayanginya dan tetap akan ada.
-- Pelajaran yang sangat menyedihkan.

Semoga yang membacanya dapat mengambil iktibar yang terkandung dalam
kisahtersebut. mungkin kita kerja luar untuk sehari dua dan permintaan si kecil yang
selalu tinggal dengan bibik kita ambil mudah, minta air kita suruh bibik ambik, sikat rambut,
bibik sikat, mandi dan berpakaian seperti di atas,
pastinya bibik juga....kadang kala tidur si kecil pun dengan
bibik...untunglah mereka yang dapat bersama anak selalu. Mungkin juga
bukan sahaja anak-anak kita, bagaimana pula suami/isteri/ ayah dan ibu di
kampung.....

So, doa-doalah agar kurang out station kita, kalau perlu juga,
doa-doalah
kita sempat lihat wajah mereka apabila pulang nanti...

No comments: